Relevansi Politik Kampus dengan PMII sebagai Organisasi Gerakan
Dewasa ini politik menjadi suatu hal yang selalu ramai, entah itu sebagai sebuah bidang, isu, atau sebagai sebuah kepemimpinan. Hal ini karena politik penuh dengan dinamika, intrik, serta sandiwara yang membuat lalu lintas (traffic) politik selalu ramai. Selain itu, dimensi kekuasaan dalam politik menjadi kunci utama mengapa politik sangat ramai bahkan bisa menjadi sangat bising di tengah-tengah masyarakat saat ini, contoh yang relevan dengan ini yakni Pilpres 2024. Jika kita gunakan waktu dalam menganalisis hal ini, tentunya Pilpres masih lama karena diperlukan beberapa bulan lagi sampai pada tahap pencoblosan lewat kotak suara. Namun mengapa kebisingan politik santer terdengar tidak hanya saat ini, bahkan dari tahun-tahun sebelumnya. Perubahan demi perubahan yang terjadi dalam politik menjadi jawaban dalam hal ini, tentunya perubahan itu sejatinya sudah terjadi sejak tahun lalu. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pengusungan calon presiden serta terbentuknya koalisi. Tidak dapat dipungkiri kedepannya akan terjadi banyak sekali perubahan yang mewarnai konstelasi politik pilpres 2019.
Di tengah gegap gempitanya politik dalam masyarakat saat ini, muncul hal yang membuat penulis merasa ironis. Hal tersebut yakni masih kurang diminatinya politik di kalangan anak muda saat ini, Hal ini sesuai survei yang dilakukan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dimana hal ini saya takutkan juga terjadi bagi mahasiswa hanya 14,6% anak muda yang memiliki keinginan untuk mencalonkan sebagai anggota DPR/DPRD. Kemudian, 14,1% anak muda ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Sementara, 84,7% anak muda tidak memiliki keinginan mencalonkan diri sebagai anggota DPR/DPRD. Ada pula 85,2% anak muda yang tidak ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Akibat munculnya data ini, terdapat satu hal yang penulis takutkan. Ketakutan penulis yakni turunnya minat politik bagi mahasiswa. Bertolt Brecht pernah mengatakan “buta yang terburuk adalah buta politik. Dia tidak mendengar, tidak berbicara dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik”.
Sebagai sebuah isu, pengetahuan politik sangat diperlukan bagi mahasiswa dalam upaya peran mahasiswa sebagai penyambung lidah rakyat. Mahasiswa dituntut untuk bisa mengetahui, memahami, menganalisis, serta mengkaji isu-isu politik yang berkembang di masyarakat dewasa ini. Selain itu, sejatinya hal ini termaktub dalam salah satu dari tujuh fungsi dan peran mahasiswa di masyarakat, yakni agen perubahan atau yang kerap disebut agent of change. Banyak sekali upaya-upaya yang bisa dilakukan mahasiswa untuk merubah suatu hal, salah satunya dengan berpolitik. Politik kampus menjadi arena yang tepat dalam upaya untuk merubah satu hal menjadi lebih baik. Memang patut diakui ada banyak faktor untuk ikut berkontestasi dalam politik kampus seperti pengalaman berorganisasi sebelumnya, jiwa kepemimpinan yang kuat, serta adanya proses berpikir yang kritis (critical thinking) yang matang. Belum lagi politik kampus yang dipandang mengerikan, kejam, serta beresiko di kalangan mahasiswa yang kemudian hal ini juga membuat salah satu alasan utama mengapa mahasiswa kurang meminati politik.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai organisasi ekstra kampus memiliki peran yang besar dalam upaya untuk meningkatkan minat mahasiswa pada politik. Sebagai kader PMII tentunya kita mengetahui empat Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII yang menjadi acuan PMII bergerak serta bertindak. Penulis menilai satu dari empat NDP dapat dikaitkan dalam membahas topik ini, nilai itu yakni hubungan manusia dengan manusia atau bisa disebut (hablumminannas). Tentunya kita semua mengetahui bahwa politik merupakan ilmu sosial, akan terjadi proses hubungan antar manusia dalam bahu membahu melaksanakan proses politik, baik itu lewat proses mendapatkan kekuasaan, mengatur kekuasaan, serta perihal kebijakan. Akan banyak sekali dilibatkannya manusia dalam proses politik yang akan dijalankan, dengan demikian hubungan antar manusia harus dijalin dengan baik karena sejatinya termaktub dalam Al-Qur’an Surah Al-Anfal ayat 1 yang berarti “Bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan kalian dengan sesama manusia.” Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk menjalin hubungan serta silaturrahim yang baik bagi sesama manusia demi menciptakan kekokohan dalam persatuan. Dalam upaya untuk meningkatkan minat politik bagi mahasiswa, inilah fungsi gerakan dalam PMII menjadi sangat penting.
Sejatinya PMII juga merupakan sebuah organisasi gerakan, hal ini sesungguhnya tercantum dalam kata pergerakan dalam akronim PMII. Penulis mengartikan kata pergerakan dengan membaginya ke dalam dua hal, yakni pergerakan secara pemikiran dan pergerakan secara tindakan. Pergerakan secara pemikiran dapat diartikan sebagai upaya untuk terus memahami, mengkaji, serta menganalisis yang dibalut dengan berpikir kritis serta sesuai dengan akal sehat. Upaya merawat proses berpikir menjadi hal yang dirasa diperlukan tidak hanya saat ini, namun sampai kapanpun. Pemikiran demi pemikiran yang lahir sejatinya perlu dirawat serta dikembangankan karena bagian dari proses merawat ilmu pengetahuan, apalagi jika kita sebagai kader PMII bisa menciptakan pemikiran yang baru yang kemudian menjadi dasar terciptanya berbagai hal dalam kehidupan. Upaya untuk tetap merawat proses berpikir sejatinya dapat diimplementasikan dengan hadirnya diskusi demi diskusi yang dilakukan oleh PMII. Selain sebagai bekal pengetahuan, diskusi ini juga berguna untuk meningkatkan kualitas, kapabilitas, serta kompetensi kader-kader PMII. Apalagi saat ini kita sedang menghadapi situasi dan kondisi yang tak menentu dan dinamis, seperti globalisasi, revolusi industri 4.0, serta ancaman perubahan iklim yang dirasa perlu dibahas dalam diskusi serta kajian-kajian PMII. Dengan demikian, hal inilah yang kemudian menciptakan kader kader PMII yang matang secara keilmuan dan kepemimpinan.
Penulis mengartikan pergerakan tindakan sebagai upaya implementasi dari pergerakan secara pemikiran. Pergerakan tindakan sejatinya dapat diartikan sebagai upaya untuk mengawal secara langsung isu serta proses sosial dan politik yang berkembang dalam masyarakat. Mahasiswa saat ini mungkin dengan mudahnya langsung menerjemahkan pergerakan secara langsung dengan aksi atau demonstrasi. Namun, patut diketahui bahwa aksi, demonstrasi, atau upaya pengawalan lainnya yang dilakukan mahasiswa saat ini kurang relevan apabila disandingkan dengan pergerakan mahasiswa 1998 (sebagai pergerakan yang matang), atau mungkin kurang relevan disebut sebagai pergerakan. Penulis menganalisis jika fokus utama pengawalan berperan penting dalam sukses atau tidaknya pergerakan. Fokus mahasiswa era 90-an hanya satu yakni menurunkan Presiden Soeharto saja, tetapi saat ini mahasiswa terlalu banyak memiliki banyak fokus yang perlu dikawal seperti Omnibus Law, Revisi UU KPK, serta UU KUHP. Selain itu, aksi serta demonstrasi mahasiswa saat itu jauh dari kata pengawalan, mereka cenderung garang atau on fire ketika demonstrasi dilakukan, namun keesokannya mereka sudah lupa mengenai semua hal yang mereka utarakan sebelumnya. Artinya pengawalan secara tindakan yang berkelanjutan belum ada dalam aksi atau demonstrasi yang kita jumpai saat ini. Patut kita ketahui bahwa hal ini disebabkan oleh proses pemerintahan yang buruk dimana kebijakan-kebijakan yang cacat lahir. Dengan demikian, penulis merasa bahwa mahasiswa perlu berpartisipasi dalam politik kampus sebagai awal pengalaman memimpin demi mengganti pejabat-pejabat yang tidak becus dalam mengurus negara di kemudian hari.
Ladang-ladang politik kampus seperti Pemilihan Raya (Pemira) baik itu di tingkat himpunan atau Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) menjadi suatu upaya mahasiswa untuk memanifestasikan perubahan demi perubahan, baik itu tingkat kampus, regional, atau bahkan negara. Namun, patut diketahui bahwa kader-kader PMII yang ingin berpolitik kampus harus terlebih dahulu teruji kualitasnya. Penulis meyakini bahwa beragam diskusi serta programprogram lain yang digagas PMII dalam upaya meningkatkan kualitas kader bisa menjadi modal serta bekal bagi kader PMII yang ingin berkontestasi di level kampus. Akan sulit bagi kaderkader PMII yang ingin bertarung di tataran kampus tanpa memiliki sedikit pun modal serta bekal itu, oleh karena itu kemauan harus diiringi oleh kemampuan. Proses seleksi dengan ketat harus dilakukan dalam upaya menjaring kader-kader PMII yang berjiwa pemimpin. Selain itu, gerakan demi gerakan yang dilakukan oleh PMII menjadi taring utama bahwa PMII senantiasa aktif, bergerak, serta progresif di lingkungan kampus.